Menyingkap Tabir Misteri Wong Alas Carang Lembayung Purbalingga

zonapers.com, Mistis.

Oleh Wartawan zonapers.com Topik Hidayat.

Di pedalaman hutan Purbalingga di tenggarai masih ada sebuah komunitas masyarakat atau suku misterius yang Mereka dikenal sebagai Wong Alas Carang Lembayung atau Suku Pijajaran yang kisahnya turun temurun sampai sekarang masih beredar di kalangan masyarakat.


Hutan itu terbentang sepanjang koridor pegunungan sebelah utara Purbalingga.
membentang dari Desa Gunung Wuled, Panusupan, Tanalum di Kecamatan Rembang. Kemudian ke Desa Sirau dan Kramat di Desa Tunjungmuli di Kecamatan Karangmoncol, lalu di Desa Jingkang, Kecamatan Karangjambu, Desa Gondang, Kecamatan Karangreja hingga perbatasan dengan Desa Watukumpul yang masuk wilayah Kabupaten Pemalang.

Hutan itu sampai sekarang masih terjaga dan cendrung masih banyak yang belum terjamah tangan manusia
Ada beberapa versi kisah suku tersebut sehingga menjadi tanda tanya antara fakta, legenda , mistis dan mitos sehingga keberadaan Wong Alas tersebut masih menjadi misteri hingga sekarang. Keberadaan mereka pun mengundang penasaran.


Kisah yang umum beredar, asal muasal legenda Suku Pijajaran atau wong alas carang lembayung tak bisa lepas dari seorang tokoh bernama Syekh Jambu Karang. Ia adalah bangsawan dari Kerajaan Pajajaran bernama asli Raden Mundingwangi yang memilih untuk pergi dari kerajaanya lalu sampai ke wilayah Pegunungan Ardi Lawet.

Rombongan mereka bertemu dengan Syekh Atas Angin, seorang penyebar agama Islam.
Singkat cerita, pertemuan kedua orang yang dikenal linuwih itu kemudian memantik adu ilmu kesaktian. Raden Mundingwangi kalah dan menyatakan diri masuk Islam serta berganti nama menjadi Syech Jambu karang.
Namun, ada sebagian rombonganya yang tidak mau mengikuti keyakinan baru pimpinannya itu dan memilih untuk tetap menetap di hutan belantara. Inilah yang konon menjadi Suku Pijajaran atau Wong Alas tersebut.


Saat ini, petilasan Syekh Jambu Karang ada di Desa Panusupan, Kecamatan Rembang dan menjadi salah satu obyek wisata religius yang banyak dikunjungi peziarah. Namanya juga diabadikan menjadi salah satu nama jalan utama di sekitar alun-alun Purbalingga. Sementara, Makam Syekh Atas Angin juga ada di Desa Gunung Wuled, Kecamatan Rembang
Berlatar cerita tersebut, masyarakat di sekitar pegunungan Ardi Lawet banyak yang meyakini keberadaan mereka hingga kini. Namun, mereka dinilai bukanlah manusia biasa seperti kita, melainkan manusia yang memiliki kelebihan khusus. Suku Pijajaran disebut manusia setengah harimau dan memiliki berbagai kemampuan supranatural sehingga masyarakat menghormatinya.


Ciri fisik Suku Pijajaran sama seperti manusia biasa. Hanya saja mereka tidak memiliki tumit atau cenderung berjalan jinjit dan tidak memiliki ‘gumun’ alias lekukan dibawah hidung
menurut warga sekitar hutan yang pernah bertemu mereka Wong Alas dipimpin oleh seseorang bernama Cawing Tali,
Dengan banyaknya cerita perjumpaan tersebut di yakini bahwa mereka merupakan kelompok masyarakat yang tinggal di pedalaman hutan Purbalingga. Mereka memenuhi struktur masyarakat karena terdiri atas laki-laki, perempuan dan ada juga yang masih remaja, bahkan anak-anak.
Mereka juga hidup berkelompok didentifikasi setidaknya ada 2 kelompok Wong Alas yang ada di pedalaman hutan Purbalingga. Pertama, Kelompok pimpinan Cawing Tali dan Minarji dan satu lagi Kelompok San Klonang.


Masyarakat sekitar hutan juga seringkali berinteraksi dengan mereka. Akan tetapi, masyarakat menaruh hormat dan enggan untuk memberikan informasi kepada khalayak luas karena takut akan hal-hal mistis dan mitos yang menyelimuti mereka. “Masyarakat khawatir mereka terganggu dan terkena malapetaka jika mereka marah, sehingga enggan membagi informasi tentang mereka ujar Taufik Katamso, sesepuh Perhimpunan Pecinta Alam ( PPA) GASDA yang sejak 1998 telah mengumpulkan berbagai informasi tentang keberadaan mereka.

Menurut Gunanto Eko Saputro seorang penelita lulusan fakultas kehutanan IPB menilai asal muasal Suku Pijajaran mirip dengan Suku Baduy dan Kasepuhan yang ada di pegunungan Kendeng dan Halimun Jawa Barat. “Asalnya kok ya kebetulan sama, dari kerajaan Pajajaran yang menyingkir dan kemudian menjadi komunitas di pedalaman hutan,” kata Gunanto yang pernah meneliti Masyarakat Adat Kasepuhan Cibedug di Pegunungan Haimun untuk skripsinya.
Oleh karena itu, kata dia, menjadi bukan kebetulan jika banyak nama tempat ‘berbau’ Sunda disekitar Ardi Lawet yang diduga menjadi wilayah Suku Pijajaran. Ada Sungai Kahuripan (kehidupan), Sungai Ideng atau Hideung (Hitam) dan Gunung Cahyana (cahaya), Dukuh Tundagan (menunda).
Hingga kini keberadaan mereka masih menyisaikan misteri tertutup lebatnya hutan di utara Purbalingga

#Dari berbagai Nara Sumber.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *