Kontroversi Wewenang Dan Etika, Ninik Rahayu Gembok Kantor PWI Pusat, Sebenarnya Paham Aturan Tidak?

Zonapers – Jakarta

Sebuah aksi kontroversial terjadi pada Rabu subuh, 2 Oktober 2024, kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat di Gembok dengan Intruksi surat yang dikeluarkan oleh Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu.

Hal itu memicu reaksi keras dari kalangan pers, terutama karena tindakan penggembokan pintu kantor tersebut,dilakukan dini hari.

Surat pengusiran tersebut mendadak dan hanya memberi waktu satu hari kepada PWI untuk meninggalkan kantor yang telah ditempati sejak akhir 1970-an. Lebih mengejutkan lagi, tindakan penggembokan pintu dan pemutusan listrik dilakukan sebelum matahari terbit, di mana sejumlah orang yang mengaku perwakilan Dewan Pers datang dan melakukan tindakan tersebut.

Langkah Ninik Rahayu selaku Ketua Dewan Pesr ini mendapat kecaman dari Hendra J Kede, Wakil Ketua Bidang Organisasi PWI Pusat. Hendra menilai, tindakan ini tidak hanya melampaui wewenang, tetapi juga menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan etika hukum.

Menurut Hendra , kewenangan pengelolaan aset negara, seperti gedung yang digunakan Dewan Pers, sepenuhnya berada di tangan Sekretaris Dewan Pers sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), bukan di bawah komisioner Dewan Pers, termasuk ketua sekalipun.

“Kami heran, kok bisa Ketua Dewan Pers mengusir PWI dengan surat, padahal itu bukan wewenangnya. Lebih aneh lagi, hanya diberi waktu satu hari untuk mengosongkan kantor, seakan-akan sedang ada kepentingan mendesak di balik semua ini,” ungkap Hendra.

PWI Pusat menilai tindakan ini sebagai langkah yang “bar-bar” dan tanpa dasar hukum yang jelas. “Orang pindah kos saja dikasih waktu sebulan, tapi PWI diusir hanya dalam satu hari, dan langsung digembok subuh-subuh,” lanjut Hendra. Ia menegaskan bahwa langkah-langkah hukum akan ditempuh jika Dewan Pers tidak segera memberikan klarifikasi atas tindakan tersebut.

Beberapa pihak menduga ada agenda tersembunyi terkait pemilihan anggota Dewan Pers periode 2025-2028, di mana PWI memiliki hak suara penting dalam proses seleksi. Namun, dugaan ini masih sebatas spekulasi, dan PWI berharap bisa mendapatkan penjelasan resmi dari Dr. Ninik Rahayu.

Upaya PWI untuk mendapatkan klarifikasi dari Dr. Ninik Rahayu hingga kini belum membuahkan hasil. Bahkan pesan WhatsApp dari Ketua Umum PWI, Hendry Ch Bangun, tak kunjung direspons. PWI menegaskan bahwa hingga batas akhir pengosongan kantor, Ketua Dewan Pers tidak memberikan penjelasan resmi.

Ketegangan antara PWI dan Dewan Pers kini semakin memanas, dan publik menanti bagaimana perselisihan ini akan berakhir. Apakah ini sekadar kesalahpahaman dalam pelaksanaan wewenang, atau ada motif tersembunyi yang lebih besar di balik tindakan ini?

Kejadian ini tidak hanya mengundang perhatian insan pers, tetapi juga menyorot cara Dewan Pers mengelola kewenangannya, terutama dalam urusan aset negara dan hubungan dengan organisasi pers yang telah diakui secara resmi oleh pemerintah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *