Kisruh Pengelolaan Lahan Parkir Ruko Sentral Niaga Kalimalang: Warga dan Pengelola Bentrok, Pertanyakan Dugaan Penunjukan Langsung Mitra Patriot ?

Zonapers – Bekasi

Situasi di Ruko Sentral Niaga Kalimalang memanas setelah empat bentrokan antara warga dan pengelola lahan parkir terjadi dalam kurun waktu satu bulan terakhir. Kisruh ini dipicu oleh dugaan penunjukan langsung Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Mitra Patriot (MP) oleh Pemerintah Kota Bekasi untuk mengelola lahan parkir yang sebelumnya dikelola PT AKM (Atmosfir Karya Mandiri), tanpa proses lelang terbuka. Warga pun mempertanyakan legalitas penunjukan tersebut dan pengambilalihan sepihak fasilitas umum dan sosial (fasum fasos) di lingkungan ruko.

Johan Selaku Kesie Dishub “tidak ada penunjukan langsung, kan MP (Mitra Patriot) BUMD kami, jadi MP yang kami tugaskan untuk mengelola nya,” ucap Johan.

Bentrokan bermula ketika BUMD Mitra Patriot mulai mengelola lahan parkir Ruko Sentral Niaga, sebuah kawasan yang sebelumnya ramai dengan aktivitas perdagangan, namun kini semakin sepi pasca pandemi COVID-19. Peralihan pengelolaan ini tidak disertai musyawarah dengan warga yang selama ini turut mengelola fasum fasos, menimbulkan kemarahan dan ketegangan yang berujung bentrok fisik.

Penunjukan langsung BUMD oleh Pemkot Bekasi tanpa proses lelang terbuka melanggar prinsip transparansi dan kompetisi sehat yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Berdasarkan regulasi tersebut, lelang terbuka wajib dilakukan untuk memastikan proses pengadaan yang transparan, kecuali dalam kondisi tertentu seperti situasi darurat atau hanya ada satu penyedia jasa yang mampu memenuhi kebutuhan. Warga mempertanyakan apakah penunjukan Mitra Patriot memenuhi kriteria tersebut, atau justru terjadi pelanggaran aturan yang berlaku.

“Kalau memang ada pelanggaran hukum, ya ajukan saja, Pak Pj Walikota ini orang hukum dan mengerti tentang hukum,” jelasnya Johan lagi.

Pengamat hukum tata negara, Dr. Faisal Ahmad, menjelaskan bahwa, “Penunjukan langsung hanya dapat dilakukan jika situasi mendesak atau penyedia jasa tunggal. Dalam kasus ini, jika proses lelang terbuka tidak dilakukan tanpa dasar yang kuat, penunjukan tersebut bisa dianggap melanggar aturan dan rawan menimbulkan konflik hukum.”

Pengambilalihan fasum fasos yang selama ini diurus oleh warga juga menjadi sorotan utama. Fasum fasos, yang merupakan fasilitas publik, secara hukum menjadi tanggung jawab pemerintah atau pengembang untuk dikelola bagi kepentingan umum. Namun, warga Ruko Sentral Niaga menuding bahwa pengambilalihan dilakukan secara sepihak tanpa ada musyawarah sebelumnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan dan Permukiman yang mewajibkan adanya komunikasi dan musyawarah dengan warga terkait penyerahan fasilitas umum dan sosial.

Dalam hal ini, warga merasa hak mereka sebagai pengelola fasum fasos secara de facto selama bertahun-tahun diabaikan oleh pemerintah setempat. “Fasum fasos ini bukan hanya sekadar fasilitas, tapi juga sumber penghidupan dan kenyamanan bagi kami. Mengambil alih tanpa musyawarah adalah bentuk pengabaian hak warga,” ujar salah satu warga setempat.

Bentrokan yang terjadi antara warga dan pihak pengelola lahan parkir yang baru telah menyebabkan seorang korban terluka. Situasi ini menambah ketegangan di tengah proses transisi pengelolaan yang seharusnya bisa berjalan dengan damai dan transparan.

Warga mendesak Pemerintah Kota Bekasi untuk segera membuka dialog terbuka dan memastikan setiap proses pengelolaan dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku. Mereka juga menuntut transparansi dalam proses penunjukan BUMD Mitra Patriot dan pengembalian hak pengelolaan fasum fasos melalui musyawarah.

Pemerintah Kota Bekasi hingga saat ini belum memberikan pernyataan resmi mengenai bentrokan yang terjadi dan pertanyaan warga terkait penunjukan langsung pengelola lahan parkir.

Kasus di Ruko Sentral Niaga Kalimalang memperlihatkan pentingnya keterbukaan dan keterlibatan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan, terutama yang menyangkut pengelolaan fasilitas umum. Penegakan regulasi seperti Perpres No. 16/2018 dan Permendagri No. 9/2009 harus menjadi pedoman agar tidak terjadi ketimpangan antara pihak pemerintah, pengelola, dan masyarakat. Pemkot Bekasi diharapkan segera merespon dengan langkah konkret untuk meredam konflik dan mengembalikan situasi yang kondusif di kawasan tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *