Zonapers – Jakarta, Indonesia
Polemik terkait keabsahan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mencuat ke permukaan. Hendra J. Kede, Ketua Bidang Nonlitigasi LKBPH PWI Pusat, melalui sebuah tulisan menyuarakan pandangan kritisnya terhadap proses pengangkatan Ninik Rahayu sebagai Ketua Dewan Pers, yang menggantikan Prof. Azyumardi Azra, yang wafat pada September 2022. Menurut Hendra, proses ini menimbulkan berbagai pertanyaan hukum terkait kepatuhan Dewan Pers terhadap statuta yang berlaku.
Dalam tulisannya, Hendra menegaskan bahwa Statuta Dewan Pers 2016 menetapkan Wakil Ketua sebagai pengganti otomatis Ketua Dewan Pers yang berhalangan tetap. Menurut Hendra, tidak diperlukan rapat pleno atau Surat Keputusan untuk mengangkat pengganti ketua, seperti yang terjadi pada pengunduran diri Presiden Soeharto pada tahun 1998, di mana Wakil Presiden BJ Habibie otomatis menggantikannya tanpa sidang khusus.
Namun, Dewan Pers, menurut Hendra, justru menyelenggarakan rapat pleno untuk menunjuk Plt Ketua yang kemudian menetapkan Ninik Rahayu sebagai Ketua definitif setelah Statuta Dewan Pers diubah pada 2023. Perubahan statuta ini, yang ditandatangani oleh Ninik Rahayu sendiri, juga dipersoalkan Hendra karena dianggap melanggar hak unsur pers untuk menduduki jabatan Ketua.
“Proses ini bisa mengancam keabsahan dokumen-dokumen yang dikeluarkan Dewan Pers, dari verifikasi perusahaan pers hingga hasil pemeriksaan kode etik jurnalistik,” tegas Hendra. Ia juga mempertanyakan apakah penggunaan APBN oleh Dewan Pers dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, mengingat posisi ketua yang dianggapnya tidak sah.
Isu ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat pers. Hendra mendesak Dewan Pers untuk segera melakukan peninjauan ulang dan mengembalikan tata kelola lembaga ini sesuai dengan norma hukum yang berlaku. “Jika bukan pers sebagai pilar keempat demokrasi yang menegakkan hukum, siapa lagi?” tutupnya.