zonapers.com, Jakarta.
Catatan : Umi Sjarifah
Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel) pada tahun 2025 memang telah usai. Namun, semangatnya masih menggema sampai saat ini. Penulis berpandangan, HPN 2025 Kalsel bukan sekadar perayaan yang terbingkai dalam sejarah perjalanan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Agenda tahunan yang dirayakan di Bumi Lambung Mangkurat semakin menyatukan pandangan dan menguatkan spirit para wartawan PWI di tengah dinamika yang terjadi saat ini. Kian menegaskan bahwa PWI di bawah kepemimpinan Hendry Ch Bangun, tetap eksis berdiri di tengah ‘badai’.
HPN 2025 Kalsel yang mengusung tema “Pers Mengawal Ketahanan Pangan untuk Kemandirian Bangsa”, telah menegaskan dukungan dari pers terhadap upaya menciptakan sistem pangan berkelanjutan yang berbasis inovasi dan kearifan lokal. Rangkaian acara HPN sejak 7 Februari yang puncaknya pada 9 Februari 2025 telat berjalan lancar. Tentunya, ini juga tak terlepas dari kerja luar biasa Panitia HPN 2025 di bawah komando wartawan senior Raja Parlindungan Pane. Semua kompak tak hanya sekadar acara dapat terlaksana dan berjalan lancar. Lebih dari itu, jadi pembuktian PWI di Indonesia masih solid sehati hingga hari ini. Momen HPN 2025 adalah bukti tak bisa dipungkiri.
Meski tanpa kehadiran Presiden RI Prabowo Subianto, dukungan terhadap gelaran HPN 2025 Kalsel terlihat dengan hadirnya Menteri Kebudayaan Fadli Zon. Kita ketahui bersama, sosok politikus, sejarawan dan aktivis Indonesia pada masanya yang saat ini mengisi Kabinet Merah Putih, tak terlepas dari keberadaan Prabowo Subianto.

“Pers yang baik, adalah pers yang mengajar dan mendidik, bukan hanya mengabarkan,” demikian pesan Fadli Zon, saat puncak acara HPN 2025 di Banjarmasin, Kalsel, Minggu (9/2/20250.
Tak kalah penting, peraih gelar Sarjana Kajian Rusia dari Universitas Indonesia (UI) itu mengajak insan pers untuk terus berkomitmen dalam menjaga kedaulatan bangsa, dan penjaga ketahanan sosial. Ia juga mengingatkan bahwa tanpa jurnalisme berbasis data, masyarakat bisa terjebak dalam disinformasi.
Sementara itu, Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch Bangun, saat puncak acara HPN 2025 menegaskan, pers harus menjaga kedaulatan bangsa sebagai warisan yang diturunkan oleh para pendahulu melalui keputusan Kongres PWI Pertama di Solo pada 9 Februari 1946 silam. Salah satu langkahnya adalah mendukung Program Ketahanan Pangan yang menjadi unggulan Presiden Prabowo Subianto.
“Kendati demikian, dukungan tersebut bukan berarti mengikuti tanpa kritikan. Kami tidak mengekor, tapi melayangkan kritik dengan memberi solusi untuk mencari kebaikan,” ujar Hendry Ch Bangun, Ketua Umum PWI Pusat Periode 2023-2028 berdasarkan Kongres XXV Bandung, saat acara puncak HPN di Kalsel, Minggu (9/2/2025).
Bagi wartawan senior yang lama berkarier di Harian Kompas itu, jurnalis lahir bukan hanya untuk berbicara jurnalistik di atas meja, tetapi juga untuk menjaga kedaulatan bangsa, khususnya kemandirian di sektor pangan.
Soal penyelenggaraan HPN 2025, selain pengurus, dan panitia, ia juga mengucapkan terima kasih kepada Pemprov Kalsel. Di bawah komando Gubernur Muhidin, pelaksanaan HPN 2025 berjalan sukses. Hendry menyebut Muhidin aktif dalam menciptakan iklim pers yang sehat dan kondusif di Kalsel. Keaktifannya dalam mendukung dunia pers di Kalsel membuatnya dinilai layak menerima anugerah pena emas pada HPN 2025.
“Kami sangat bangga dan berterima kasih atas dedikasi Gubernur Haji Muhidin dalam mendukung perkembangan dunia pers di Kalsel,” kata pria kelahiran Medan yang merampungkan pendidikan S1 di Fakultas Sastra UI tahun 1982 itu.
Sejarah HPN
Mari kita ulas sejarah singkat peringatan HPN yang terlepas dari perjalanan panjang organisasi profesi wartawan bernama PWI. Hal ini menurut pendapat penulis penting untuk dibahas di tengah pihak-pihak yang masih mempertanyakan peringatan HPN, bahkan tudingan hanya sebatas euporia PWI. HPN masih menjadi agenda tahunan yang diperingati setiap tanggal 9 Februari sejak tahun 1985. Berdasarkan Keppres Nomor 5 Tahun 1985 yang diteken oleh Presiden Soeharto pada 23 Januari 1985, HPN diperingati bertepatan dengan hari lahir PWI.
Gagasan mengenai HPN telah muncul dalam Kongres ke-28 PWI yang berlangsung di Padang, Sumatera Barat, pada 1978 silam. Saat itu, para insan pers merasa perlu adanya satu hari khusus yang memperingati peran dan kontribusi pers dalam perjalanan bangsa. Pada 19 Februari 1981, dalam sidang ke-21 Dewan Pers di Bandung, gagasan tersebut akhirnya disetujui dan diajukan kepada pemerintah. Setelah melalui berbagai pertimbangan, pemerintah akhirnya menetapkan tanggal 9 Februari sebagai HPN.
Dari masa ke masa, pers di Indonesia terus mengalami berbagai dinamika dan tantangan, mulai dari pembungkaman oleh kolonialisme, keterbatasan kebebasan pers pada masa Orde Baru, hingga tantangan kebebasan pers di era reformasi. Peringatan HPN menjadi momentum bagi insan pers untuk terus memperbaiki diri dan menjaga kebebasan serta independensi jurnalistik dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
PCNO
Press Card Number One atau disingkat PCNO telah menjadi salah satu agenda dalam rangkaian HPN sejak digelar di Palembang pada 2010. Penghargaan kepada wartawan ini terus berlanjut hingga HPN 2025 di Kalsel. PCNO merupakan kartu pers istimewa yang diberikan kepada wartawan yang memenuhi kriteria tertentu. Tujuannya untuk menjaga integritas dan marwah pers sebagai pilar keempat demokrasi. Syarat penerima PCNO yang diseleksi ketat pihak panitia selain telah bersertifikasi kompetensi wartawan tingkat utama, minimal telah 25 tahun konsisten berkarya.
Alhamdulillah, penulis pada HPN 2025 Kalsel, adalah salah satu penerima PCNO. Penghargaan ini tentunya semakin memotivasi untuk terus berkarya dan menjalani profesi jurnalis yang senantiasa menjunjung tinggi kode etik di era ‘kebablasan pers’ saat ini. Bagi penulis, profesi jurnalis bukan hanya sekadar pekerjaan, tetapi juga sebagai misi mulia. Sebagai seorang Muslim, jurnalis juga berperan sebagai juru dakwah, menyampaikan informasi yang benar dan bermanfaat bagi masyarakat. Pers memiliki peran penting sebagai pilar keempat demokrasi, yaitu sebagai alat kontrol sosial.
Penulis menyadari bahwa menjadi wartawan di era modern tidaklah mudah. Dulu, menjadi wartawan membutuhkan pendidikan formal dan pengalaman yang panjang. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, siapa pun bisa menjadi wartawan. Oleh karena itu, penting bagi setiap jurnalis untuk memiliki pemahaman yang mendalam tentang kode etik jurnalistik dan tanggung jawabnya sebagai penyampai informasi.
Jurnalis Perempuan
PCNO ini juga menguatkan tekad penulis sebagai jurnalis perempuan dalam dunia media dan jurnalistik modern. Semoga dapat menginspirasi dan motivasi bagi perempuan lain untuk berkiprah di bidang ini. Kita ketahui bersama, perjuangan hak-hak perempuan melalui dunia jurnalistik, dimulai oleh Roehana Koeddoes pada awal tahun 1900. Roehana Koeddoes, jurnalis perempuan pertama di Indonesia, salah satu sosok pejuang Indonesia yang banyak berjasa di bidang pendidikan, jurnalistik, dan politik. Kemudian Ani Idrus, salah satu jurnalis perempuan paling berpengaruh di era pergerakan nasional.
Tentunya masih banyak lagi para wanita hebat yang menginspirasi kaum hawa untuk menekuni profesi sebagai jurnalis. Perjuangan jurnalis perempuan sejak era kolonial hingga menjelang kemerdekaan telah menjadi lokomotif mulai lahirnya perempuan yang berkiprah di dunia jurnalistik, baik cetak, elektronik dan kini memasuki era media digital.
Penulis adalah Pengurus PWI Pusat, Penerima PCNO dan juga Advokat
Redaksi.