Pekan lalu di Hotel Trans Luxury, Bandung, diadakan acara Anugerah Dewan Pers 2022, sebagai wujud apresiasi lembaga ini kepada orang-orang pers yang telah menunjukkan pencapain terbaik dalam karya jurnalistik sampai tahun 2022. Acara ini tahun sebelumnya diadakan di Hotel Sultan Jakarta.
Tampaknya keadaan normal-normal saja. Mereka yang mendapat penghargaan menerima trofi dan hadiahnya dengan wajah sumringah. Para anggota Dewan Pers masa bakti 2022-2025, para mantan anggota termasuk Ketua Dewan Pers 2010-2016, Prof Bagir Manan, hadir dan naik ke panggung untuk membacakan dan memberikan pengharagaan.
Ruangan hampir penuh, ada pula tamu kehormatan Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Suntana, bersama beberapa jenderal polisi lainnya dari Mabes Polri, BNPT. Ada tamu dari KPID Jabar, yang mewakili konstituen Dewan Pers, pimpinan media, dan masyarakat pers di Jawa Barat dll.
Yang agak ganjil adalah adanya jabatan baru di Dewan Pers, Pelaksana Tugas Ketua (Plt), yang dijabat Wakil Ketua Dewan Pers, Muhamad Agung Dharmajaya. Entah sejak kapan ada Plt ini saya tidak tahu, mungkin maksudnya menjabat sementara karena belum ada ketua baru sepeninggal Prof Dr Azumyardi Azra yang wafat 18 September lalu.
Beberapa bulan lalu sempat saya tanya, kok belum ada ketua, dijawab masih menunggu masa berkabung 40 hari. Menurut saya wajar juga, karena menghormati almarhum yang meski dalam waktu singkat telah membuat posisi Dewan Pers menjadi lebih dinamis khususnya terkait dengan pembuatan RUU KUHP yang banyak mengancam kemerdekaan pers. Lalu kok mendadak muncul Plt?
Dewan Pers telah memiliki Statuta yang masih berlaku dan di dalamnya ada ketentuan yang mengatur pergantian antarwaktu, termasuk apabila Ketua Dewan Pers berhalangan tetap (berhenti) seperti yang terjadi dengan berpulangnya Prof Dr Azyumardi Azra.
Pasal 18 Statua Dewan Pers yang ditetapkan pada tanggal 8 September 2016 dan ditandatangani Ketua Dewan Pers, Yoseph Adi Prasetyo, sebagai Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/IX/2016 tentang Statuta Dewan Pers, yang berbunyi:
Apabila Ketua Dewan Pers berhenti sebagai anggota Dewan Pers, maka Wakil Ketua Dewan Pers otomatis menjadi Ketua Dewan Pers baru. Untuk mengisi posisi Wakil Ketua Dewan Pers diadakan pemilihan Wakil Ketua Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Statuta Dewan Pers ini.
Pasal 17 berbunyi:
Ketua Dewan Pers dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh Rapat Pleno Anggota Dewan Pers untuk masa kerja selama 3 (tiga) tahun. Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dilakukan lebih dahulu dengan cara musyawarah mufakat. Apabila tidak tercapai, dilakukan pemungutan suara atau voting secara tertutup. Masing-masing Anggota Dewan Pers berhak atas satu suara. Bagi anggota Dewan Pers yang tidak hadir dalam rapat pemilihan karena alasan sah dan kuat, dapat memberi kuasa kepada salah satu Anggota Dewan Pers yang hadir.
Pemungutan suara atau voting untuk Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dilakukan secara terpisah. Dalam sistem dengan cara pemungutan suara atau voting, anggota yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers, terpilih sebagai Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers.
Statuta Dewan Pers juga dengan jelas mengatur pengisian keanggotaan baru untuk menggantikan anggota yang berhalangan tetap. Hal itu ada di Pasal 7 Statuta yang berbunyi:
Untuk menggantikan Anggota Dewan Pers yang berhenti, diambil dari nama calon anggota yang berasal dari unsur yang sama dari urutan berikutnya sesuai ketetapan Badan Pekerja pada periode tersebut.
Apabila tidak ada lagi anggota pengganti sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) penggantinya diambil dari unsur yang sama berdasarkan keputusan Rapat Pleno Dewan Pers. Calon anggota pengganti diajukan ke Presiden Republik Indonesia untuk ditetapkan dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia sebagai Anggota Dewan Pers yang baru.
Karena Prof Azyumardi Azra mewakili unsur Tokoh Masyarakat yang diajukan organisasi wartawan dan perusahaan pers, maka penggantinya juga harus dari kelompok itu. Pada saat pemilihan yang dilakukan Badan Pekerja Pemilihan Anggota (BPPA) Dewan Pers, ada 6 (orang) yang ditetapkan sebagai calon, dan akhirnya terpilih 3 (tiga) orang yaitu Prof Azyumardi Azra, Sapto Anggoro, dan Ninik Rahayu yang memiliki tiga teratas pemungutan suara. Dengan demikian ada 3 (tiga) orang cadangan, dengan perolehan suara di bawahnya, yang berhak untuk menggantikan slot yang ditinggalkan almarhum Prof Azyumardi Azra. ***
Sudah 91 hari Dewan Pers tidak memiliki ketua, padahal seharusnya pengisi jabatan sudah dilakukan secara otomatis, dengan sendirinya sesuai dengan Statuta Dewan Pers yang sah dan masih berlaku. Menjadi pertanyaan, mengapa para anggota Dewan Pers yang tersisa 8 orang tidak melakukan rapat penetapan Ketua Dewan Pers? Malah membuat jabatan baru yang tidak ada dasar hukumnya?
Dan mengapa pula tidak segera diproses pengisian jabatan keanggotaan baru yang sudah jelas cara dan prosedurnya? Ada cadangan yang sudah tersedia dan mereka tentu menunggu sebab menjadi anggota Dewan Pers adalah hak mereka, karena sudah lolos dari kualifikasi yang ditetapkan oleh BPPA?
Menjadi tanda tanya besar dan saya memang berkali-kali ditanya teman wartawan khususnya dari daerah. Ada apa ini? Kok yang gampang dibawa susah. Kok aturan yang sudah jelas tidak dilaksanakan? Apakah ada konflik internal? Ada ada pemaksaan kepentingan sehingga ada upaya melanggar aturan?
Seseorang yang menjadi kandidat dan kemudian terpilih sebagai anggota Dewan Pers adalah mereka yang sudah lolos dari kriteria, yang juga ditetapkan di Statua Dewan Pers, di antaranya:
- Memahami kehidupan pers nasional dan mendukung kemerdekaan pers berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik
- Memiliki integritas pribadi
- Memiliki sense of objectivity dan sense of fairness, dan
- Memiliki pengalaman yang luas tentang demokrasi, kemerdekaan pers, mekanisme kerja jurnalistik, ahli di bidang pers dana tau hukum di bidang pers.
Dengan tidak ditetapkannya Ketua Dewan Pers dengan Statuta yang masih berlaku yang jelas mengatur semuanya, dan malah membuat jabatan Plt, wajar saja kalau masyarakat pers lalu bertanya-tanya. Ada apa sih? ***
Tanpa bermaksud mengungkit apa yang terlah terjadi, saya sebenarnya ngotot mempertahankan Mohamad Nuh sebagai Ketua Dewan Pers untuk periode 2022-2022, karena menilai bahwa kinerjanya relatif baik dan Dewan Pers dihormati antara lain oleh mitra kerja Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Kementerian Kominfo, maupun Bappenas serta masyarakat pers pada umumnya.
Saya dan satu dua teman kalah suara dalam rapat di BPPA, sehingga akhirnya menerima saja usulan dari organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers yang memiliki agenda memasukkan Prof Azyumardi Azra menjadi penggantinya. Artinya tujuan para pengusul yang ngotot itu tercapai sudah. Tidak ada masalah bagi saya karena memang tidak ada kepentingan apapun kecuali agar harkat dan martabat Dewan Pers terjaga.
Tetapi ketika kemudian Prof Azyumardi Azra berpulang, janganlah para pengusul tadi lalu mau mencari pengganti dengan cara-cara yang tidak sah, mencari orang baru di luar 3 (tiga) orang cadangan yang sudah tersedia.
Delapan anggota Dewan Pers yang kini tersisa, jangan melanggar aturan demi kepentingan entah apa. Ikuti Statuta Dewan Pers yang masih berlaku. Kalaupun mau mengubah Statuta Dewan Pers, lengkapi dulu keanggotaan menjadi 9 (Sembilan) orang. Dan Statuta berlaku ke depan, bukan berlaku surut.
Kita orang pers, sibuk mengritik ke sana, mengritik ke situ kalau ada yang tidak beres dalam kehidupan bernegara maupun bermasyarakat. Tetapi terhadap diri sendiri, berlakukanlah hal yang sama. Transparan dan akuntabel, mari menjaga kredibilitas Dewan Pers.
Sebagai orang yang pernah dua periode di Dewan Pers, bagi saya kondisi saat ini sangat memperihatinkan. Dan saya berharap, sebelum ayam berkokok dan tabir fajar tahun 2023 terbit, sudah ada Ketua Dewan Pers definitif.
Wallahu alam bishawab.
Ciputat, 19 Desember 2022