Zonapers – Kab, Bekasi, 20 Desember 2024
Dugaan praktik mafia tanah kembali mencuat, kali ini menyasar Kampung Ceger di Kabupaten Bekasi. Warga setempat mengeluhkan pembelian tanah tanpa transparansi, yang dianggap sebagai bentuk eksploitasi warisan leluhur mereka.
Kasus ini menarik perhatian LBH Gerakan Pekerja Buruh Indonesia Raya (GPBI) yang dipimpin Binson Purba. Dalam keterangannya, Binson menyebutkan, “Sebagian besar korban adalah warga kecil yang tidak memiliki kemampuan untuk melawan. Ini yang memanggil nurani saya untuk bertindak.”
Langkah LBH GPBI dalam mendampingi warga mulai membuka tabir dugaan keterlibatan oknum mafia tanah. Binson dan tim bahkan menggiring perhatian ke Desa Segara Jaya, lokasi sengketa tanah lainnya yang diduga melibatkan praktik serupa.
Namun, fokus investigasi semakin tajam saat tim media yang mendampingi LBH GPBI menemukan Kantor Desa Segara Jaya berdiri megah bak istana. Bangunan itu dilengkapi lapangan olahraga berukuran besar dengan pagar kawat, serta empat pilar besar yang mencolok. Keberadaan kantor mewah ini memunculkan pertanyaan serius: dari mana anggaran sebesar itu diperoleh?
Kemewahan di Tengah Konflik
Desa Segara Jaya tercatat menerima alokasi dana APBD setiap tahunnya. Namun, bentuk fisik kantor desa yang luar biasa mewah membuat publik bertanya-tanya tentang prioritas penggunaan anggaran.
“Warga yang terlibat sengketa tanah sebagian besar masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sementara itu, pembangunan kantor desa seperti ini justru mengundang tanda tanya besar,” ungkap salah satu anggota tim investigasi.
LBH GPBI berkomitmen untuk mengawal kasus ini hingga tuntas, termasuk mendalami penggunaan anggaran desa. Binson Purba juga meminta pemerintah daerah dan instansi terkait untuk segera turun tangan agar sengketa tanah dan dugaan penyalahgunaan dana dapat diungkap secara transparan.
Sementara itu, warga dan aktivis mendesak pemerintah untuk memperketat pengawasan dana desa serta memberantas praktik mafia tanah yang telah merugikan masyarakat kecil selama bertahun-tahun. “Kami tidak ingin tanah warisan kami dirampas, sementara uang rakyat digunakan untuk membangun kemewahan,” ujar salah seorang warga Kampung Ceger.
Kasus ini kini menjadi ujian besar bagi pemerintah Kabupaten Bekasi. Apakah mereka akan berpihak pada rakyat kecil atau terus membiarkan para mafia tanah dan dugaan penyalahgunaan anggaran desa beraksi? Publik menanti tindakan nyata.