Zonapers – Kab. Bekasi, 01/01/2025
Polemik jual beli tanah di Desa Ceger, Kabupaten Bekasi, kembali memanas. Klarifikasi yang dijadwalkan antara Kepala Desa Segara Jaya dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GPBI terkait sengketa tanah harus ditunda karena kegiatan resmi pemerintah desa. Hal ini tertuang dalam surat balasan Kades Segara Jaya, yang diterima oleh Ketua LBH GPBI, Binson Purba, pada Senin (23/12).
Surat tersebut menjelaskan alasan penundaan karena semua pemangku kepentingan Desa Segara Jaya sedang mengikuti pelatihan Peningkatan Kompetensi Tata Kelola Pemerintahan Desa dan Inovasi BUMDesa serta Studi Tiru Kabupaten Bekasi Tahun 2024 di Ibis Bandung Trans Studio Hotel pada 27–30 Desember 2024.
“Kami menghargai permintaan Kades untuk mengatur ulang jadwal. Namun, penundaan ini menjadi perhatian serius, mengingat masyarakat Desa Ceger membutuhkan kejelasan segera atas dugaan penyimpangan dalam kasus jual beli tanah,” ujar Binson Purba kepada media.
Kasus ini bermula dari laporan warga Desa Ceger yang merasa dirugikan oleh dugaan manipulasi dalam proses jual beli tanah. Menurut ahli waris Alm. Nisam Katel, Aswan, tanah tersebut sah secara hukum berdasarkan sertifikat tanah yang berlaku sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
“Kami memiliki bukti yang sah, termasuk sertifikat tanah dan surat waris. Kami meminta transparansi dan keadilan agar hak kami tidak diabaikan,” tegas Aswan.
Penundaan ini memicu kekecewaan warga yang mendesak agar klarifikasi dilakukan sesegera mungkin. Menurut Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum dapat diminta pertanggungjawaban untuk mengembalikan kerugian yang ditimbulkan.
Binson Purba menegaskan, “Kasus ini bukan hanya soal penundaan pertemuan. Ada kebutuhan mendesak untuk mengungkap kebenaran dan memastikan tidak ada pelanggaran hukum dalam transaksi tanah tersebut.”
Kepala Desa Segara Jaya diharapkan segera menetapkan jadwal baru untuk klarifikasi sesuai asas transparansi dan akuntabilitas yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Jika tidak, warga mempertimbangkan untuk membawa perkara ini lebih jauh, termasuk ke ranah pidana sesuai Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dan Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan tanah.
“Semua pihak harus menghormati prosedur hukum dan mencari penyelesaian yang adil. Kami akan terus mendampingi warga hingga kasus ini tuntas,” tutup Binson.
Warga Desa Ceger berharap kejelasan dalam waktu dekat untuk menghindari konflik lebih lanjut. “Kami hanya ingin tanah kami diakui sesuai hukum. Jangan sampai hak kami sebagai warga kecil dilanggar,” ujar seorang warga.
Dengan pengaturan ulang jadwal klarifikasi, masyarakat menunggu langkah nyata dari pemerintah Desa Segara Jaya untuk menyelesaikan kasus ini dengan adil dan sesuai aturan hukum yang berlaku.