zonapers.com, Jakarta.
Catatan : H.Dheni Kurnia.
SAYA dua periode menjadi Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau. Empat tahun di priode Margiono dan lima tahun di priode Atal S Depari menjadi ketua umum. Kemudian, tambah pula 5 tahun menjadi Ketua Dewan Kehormatan Provinsi (DKP) PWI Riau.
Selama saya menjadi ketua, selalu saya hadir dalam Hari Pers Nasional (HPN), dimanapun diadakan. Selain merupakan tugas, itulah saatnya saya berkumpul dengan wartawan-wartawan dari seluruh Indonesia.

Tapi itu dulu. Saat-saat PWI mengalami masa-masa yang indah. Masa yang sulit dilupakan. Masa yang menjadi kenangan batin dalam hidup saya. Di masa saya sangat bangga menjadi seorang wartawan. Di masa orang menghormati profesi ini, sebagai salah satu kekuatan yang sangat diperhitungkan.
Memasuki tahun 2024, PWI terpecah menjadi dua. Satu diketuai oleh Hendry Chairuddin Bangun (HCB) dan setelah itu muncul pula PWI yang dipimpin Zulmansyah Sekedang (ZS) . Keduanya mengaku sah menjadi Ketua Umum PWI. HCB yang dipilih seluruh PWI Provinsi dalam Kongres di Bandung, dan ZS yang mengaku dipilih dalam Kongres Luar Baiasa (KLB) di Jakarta.
Segera saja, saya menjadi bingung, siapa yang akan saya pilih. HCB mantan senior saya ketika saya bekerja di Persda KOMPAS Jakarta. Sedangkan ZS adalah orang kampung saya, atau sama-sama dari Riau. Bahkan ZS yang menggantikan saya sebagai Ketua PWI dan saya menjadi Ketua DKP, saat ZS menjadi Ketua PWI Riau.

HCB adalah guru terbaik saya. Saat dia menjadi Sekretaris Jenderal PWI, saya sering bertanya pada beliau tentang pekerjaan di PWI Riau. Begitu juga saat HCB menjadi Wakil Ketua Dewan Pers, Banyak masalah media di Riau diselesaikan oleh HCB. Sedangkan ZS adalah teman baik saya. Selain sama-sama alumni Universitas Riau, kami sama pula di Media Kampus ‘Bahana Mahasiswa’ dan di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Saya adalah senior bagi Zulmansyah.
Saya pusing sembilan keliling. Benar- benar bingung, siapa yang akan saya ikuti. Barulah ketika seorang teman saya, Prof (Assoc) Dr Syafriadi, M.Hum, mengingatkan saya, bahwa dari sisi mana saja, HCB yang paling berhak menjadi Ketua Umum PWI Pusat.
Kata Syafriadi, HCB dipilih oleh Kongres di Bandung, nama HCB terdaftar di Kementrian Hukum dan HAM, tuduhan pada HCB soal penggelapan uang, tidak bisa dibuktikan. Selain itu, PWI yang mendukung HCB lebih banyak atau sekitar 30 provinsi dari 39 di Indonesia, serta KLB yang memilih ZS tidak sah, karena hanya diikuti 9 provinsi.
Masukan Syafriadi, yang juga seorang wartawan senior di Riau ini, membuat sakit otak yang saya alami, bertukar jadi realistis. Perut saya yang gembung sebelah, mulai mencerna dengan baik. Kerongkongan saya yang awalnya sulit menelan, kini menghasilkan pencernaan dengan lancar. Juga, setelah konfirmasi dan mengamati kian dan kemari, akhirnya saya memutuskan ikut gerbong Hendry Ch Bangun.
Begitu saya bergabung dengan HCB, PWI Riau lalu dibekukan. Seluruh pengurusnya dianggap tidak ada lagi. Karena melakukan pelanggaran dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga PWI. Mereka diingatkan pula untuk tidak memihak Zulmansyah Sekedang. Tapi mereka menolak.
Dan secara penuh, HCB mengangkat pula saya, menjadi Plt. Ketua PWI Riau, bersama beberapa pengurus lainnya. Tugas saya adalah mempersiapkan Konfrensi Provinsi Luar Biasa, serta mempersiapkan HPN 2025 yang diadakan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Tahun 2025, saya pun berangkat ke Banjarmasin, bersama 15 pengurus Plt. PWI, mememeriahkan HPN. Walaupun pada hari yang sama (7-9 Februari 2025), ZS juga mengadakan HPN di Pekanbaru, Riau. Hari itu ada dua HPN; Banjarmasin dan Pekanbaru.
Apa yang saya dapati di Banjarmasin, ternyata luar biasa. Tak terbayang, bila saya kembali ke masa lalu. Apa yang saya alami dan lihat beberapa tahun saat PWI belum pecah belah, sama dengan apa yang saya lihat sekarang. Banjarmasin penuh gelegah seperti HPN sebelumnya.
Memang, berapa teman tak tampak lagi muka ganteng dan wajah cantiknya. Karena sebagian bergabung ke Pekanbaru, Riau. Bahkan presiden yang selalu hadir di setiap HPN, kali ini juga absen. Dia hanya diwakili orang kepercayaannya, Dr Fadli Zon. Tapi kemeriahannya, menurut saya sungguh istimewa. Hampir 2.000 wartawan dari 30 provinsi hadir. Ditambah IKWI (Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia) dan tuan rumah. Banjarmasin gegap-gempita degan kehadiran mereka.
Puncak Hari Pers Nasional 2025, resmi digelar di halaman Kantor Gubernur Kalimantan Selatan, Banjar Baru, pada pukul 09.25 pagi. Berlangsung meriah dan khidmat, dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, mulai dari menteri, utusan menteri, utusan kapolri, kapolda, pangdam VI Mulawarman, Danrem, PLH gubernur kalsel, hingga para Ketua PWI dan anggota dari sebagian besar wilayah Indonesia.
Suasana kemeriahan sudah terasa sejak pagi hari, dengan dekorasi yang megah dan persiapan matang dari tuan rumah, yang dikomandoi Ketua PWI Kalsel, H Zainal Helmie, Ketua HPN 2025 Raja Pane, Penanggung Jawab HPN Pusat sekaligus Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch Bangun, serta sejumlah anggota panitia lainnya dari Jakarta. Mereka semua ingin menampilkan, bahwa HPN kali ini, harus sukses seperti HPN sebelum-sebelumnya.
Sekitar 3.000 kursi disiapkan untuk tamu undangan. Semua kursi penuh sampai ke ujung-ujung. Acara dibuka dengan tarian tradisional khas Kalimantan Selatan sebagai bentuk persembahan budaya. Selanjutnya, laporan dari Penanggung Jawab HPN Hendry Ch Bangun, tanpa sedikitpun menyinggung soal pecahnya PWI ataupun hari yang sama diadakan pula HPN di Riau.
HPN makin meriah ketika diserahkan penghargaan bergengsi, Anugerah Jurnalistik Adinegoro (AJA) 2024 kepada tujuh pemenang. Meriah karena setiap kategori pemenangnya mendapat hadiah 100 juta. Total, 700 juta diserahkan hari itu. Hadiah ini, jauh lebih besar dari tahun berlalu. Setelah itu, diserahkan pula Press Card Number One (PCNO) yang didapat 17 wartawan se-Indonesia, kepada dua perwakilan dan PIN Emas serta Pena Emas.
Yang membuat saya bahagia, enam dari 17 penerima PCNO berasal dari Riau. Empat orang dari mereka adalah wartawan senior yang sudah menjadi wartawan sekitar 40 tahun. Mereka adalah Irwan Effendi Siregar (mantan wartawan Tempo), Fakhrunnas MA Jabbar (mantan kantor berita Antara) dan Luzi Diamanda serta Tun Akhyar (Singgalang, Padang). Dua orang lagi sudah menjadi wartawan selama 25 tahun, Satria Utama dan Eka PN (Riau Pos). Saya memang teramat bahagia, pada HPN Banjarmasin, karena para senior itu mendapat penghargaan yang pantas.
Sebelum acara puncak, Banjarmasin tak kalah meriah, karena sejumlah menteri datang. Begitu juga beberapa tokoh Pers nasional. Menteri Koordinator Ketahanan Pangan, Zulkifli Hasan, dielu–elukan karena membahas ketahanan pangan, sesuai tema HPN. Begitu juga Ketua MPR-RI, Ahmad Muzani, yang kembali ke Jakarta sebelum acara puncak, karena dipanggil Presiden, Prabowo Subianto.
Tokoh Pers Dahlan Iskan dan Teguh Santosa, juga mendapat sambutan yang luar biasa. Dahlan bahkan menulis dan membahas tentang perpecahan di tubuh PWI. Menurut Dahlan, perpecahan di tubuh Persatuan Wartawan Indonesia melahirkan dua perayaan Hari Pers Nasional yang berbeda. Fenomena ini ibarat ‘Piring Kembar’ atau rebutan menggunakannya.
Tapi, terlepas dari semua itu, saya yang akhirnya memilih gerbong HCB, sepulang dari Banjarmasin, mendapatkan surat yang tak kalah meriah dan luar biasa. Saya dan 20 pengurus Plt. PWI Riau, dipecat dari Anggota PWI. Alasannya, karena saya berangkat ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Yang memecat saya adalah Dewan Kehormatan PWI pimpinan Zulmansyah Sekedang.
Saya jadi kaget dan tercengang tak habis fikir. Saya memilih untuk bergabung dengan HCB, tapi saya di pecat oleh PWI Zulmansyah. Apakah pilihan saya salah? Atau adik saya ZS itu gak mikir, saya bukan bagian dari dia lagi? Servernya saja udah berbeda!
Seketika, rasa hormat saya pada ZS langsung berganti. Kalau sebelumnya saya masih menghargai dia sebagai orang sekampung dan sahabat, kini malah sudah berubah menjadi olok-olok. Kata teman saya, Dr Eka PN, surat pemecatan ini lebih meriah dan luar biasa dari HPN ya Bang. Hahahaha.
Begitulah! Diantara gemerlapnya HPN Banjarmasin, di kampung saya, di Riau, saya dikeluarkan sebagai Anggota PWI. Bahkan saya diminta mengembalikan kartu Anggota yang bukan dia pula yang menandatanganinya. Padahal, jika dilihat keabsahan ZS sebagai ketua PWI Pusat, setelah saya dalami, hanyalah bikinan kelompok mereka.
Tapi bagaimanapun, saya tetap menyayangi ZS dan beberapa pengurus lainnya. Karena kami pernah lama berteman dan ZS teman satu kampus serta satu organisasi. Dan, belum pernah pula ada orang Riau yang menjadi Ketua Umum PWI Pusat. Mungkin ZS sangat berminat untuk itu. ZS pernah maju sebagai Ketua Umum PWI dalam Kongres di Bandung. Tapi dia kalah dari HCB. Mudah-mudahan dia segera sadar dan introspeksi diri. Aamin. ***
- H Dheni Kurnia: Plt. Ketua PWI Riau. Selain wartawan, dia seorang guru karate pemegang Dan V.
Redaksi.