zonapers.com, Jakarta.
Melansir berita yang tayang pada mediasulutnews.com,
Sudah sangat layak jika masyarakat Sulawesi Utara ( Sulut ) menanggapi secara positif bahkan memberikan
apresiasi terhadap langkah progresif yang dilakukan Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Utara (Sulut) dalam melakukan proses penyidikan terhadap dugaan penyimpangan penyaluran dan penggunaan dana hibah Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM).
Dengan pemberitaan tersebut, akhirnya pihak redaksi zonapers.com mencoba mewawancarai Tokoh Kawanua yang juga menjadi Pembina dalam berbagai organisasi kemasyarakatan, Irjen Pol (P).DR.Ronny Frangky Sompie, SH, MH.
Menurut Ronny yang juga Ketua Lawfirm RFS bahwa, ulasan dari pengamat politik dan pemerintahan Sulut, Taufik Manuel Tumbelaka, yang mengingatkan masyarakat untuk tidak terburu-buru menghakimi para tersangka sebelum ada keputusan hukum yang tetap, juga sangat proporsional. Kita perlu menghargai hak asasi para tersangka sebelum tahapan pemeriksaan di sidang pengadilan memutuskan dengan Putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap. Sementara ini, proses penegakan hukum masih berlangsung di tingkat penyidikan. Belum masuk ke sidang pengadilan.
Ronny F. Sompie, yang juga Ketua Alumni Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Jakarta, menjelaskan, bahwa proses penyidikan sesuai UU No 8 tahun 1981 tentang KUHAP, APH seperti penyidik Polda Sulut harus mempedomani juga asas praduga tak bersalah, sehingga dalam penetapan tersangka apalagi telah melakukan penahanan terhadap beberapa tersangka harus berdasarkan bukti yang cukup. Kita seyogyanya menghormati proses hukum yang sedang dilakukan oleh Penyidik Polda Sulut dengan konsep doe process of law (bukan berdasarkan asumsi dan praduga bersalah).
“Oleh karena itu, Polda Sulut harus fokus untuk melakukan proses penyidikan secara profesional, proporsional dan prosedural terhadap kasus dana hibah GMIM. Jangan sampai Penyidik terpengaruh opini yang berupaya dibangun untuk mengganggu proses penegakan hukum,” kata Ronny.
Lebih jauh mantan Kadivhumas Polri tahun 2013 – 2014 itu juga menegaskan, bahwa, ” Penegakan Hukum memang harus Transparan dan Tidak Pandang Bulu, tetapi tidak juga telanjang, yang dapat berdampak kepada terganggunya proses pembuktian di tingkat penyidikan, Penyidik perlu berkoordinasi secara intens dengan Jaksa Penuntut Umum, agar memudahkan pembuatan Berkas Perkara yang akan dibawa Jaksa Penuntut Umum ke sidang pengadilan.” tutur Ronny Sompie.
Dalam UU Keterbukaan Informasi Publik juga diatur tentang informasi yang dikecualikan. Informasi berkaitan dengan proses penyidikan termasuk juga informasi yang dikecualikan.
Kabid Humas Polda Sulut perlu membantu penetapan informasi yang dikecualikan dalam proses penyidikan kasus tersebut, sehingga Penyidik tidak terganggu oleh opini yang mengulas tentang keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam UU UU No. 14 Tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Walaupun sorotan publik tertuju kepada Polda Sulut saat ini, konsentrasi Penyidik harus tetap fokus, sehingga beban pemberian informasi kepada publik bisa dibagikan kepada Kabid Humas Polda Sulut sesuai bidang tugasnya. Kemudian Ditintelkam Polda Sulut perlu melakukan deteksi dini terhadap setiap kemungkinan gangguan terhadap proses penyidikan serta melakukan upaya pencegahan termasuk deteksi aksi. Masyarakat semakin kritis terhadap kasus korupsi dan penanganannya, sehingga kita berharap masyarakat pun perlu memberikan ruang yang cukup kepada Penyidik Polda Sulut untuk bekerja dan menyelesaikan pekerjaannya.
” Pasti akan terbuka semua hasil penyidikan ini, ketika Jaksa Penuntut Umum telah menerima Berkas Perkara hasil penyidikan dari Penyidik Polda Sulut dan membawa ke sidang pengadilan.” tutup Ronny.
Redaksi.