zonapers.com, Jakarta.
Pertarungan dua lembaga penegak hukum kembali mencuat. Kali ini, giliran kasus pagar laut di Tangerang yang jadi ajang tarik-ulur antara Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri, Jakarta, (16/4/25).
Kejaksaan Agung dengan tegas menuding Bareskrim mengabaikan petunjuk yang sudah diberikan—yakni agar kasus ini diusut hingga ke kemungkinan tindak pidana korupsi. Tapi, berkas perkara yang dikembalikan justru tidak berubah sama sekali.
“Tidak satu pun petunjuk yang dipenuhi,” kata Sunarwan, Ketua Tim Jaksa Peneliti P16 Jampidum. Menurutnya, tidak ada tambahan keterangan dari saksi BPK, tidak ada keterangan ahli korupsi, hanya pendapat ahli KUHP biasa.
Padahal, menurut Kejagung, ada aroma gratifikasi dan suap dalam kasus ini. Bahkan disebut-sebut bisa kena Pasal 5 atau 12 Undang-Undang Tipikor.
Tapi di sisi lain, Bareskrim bersikukuh:
Berkas sudah lengkap, unsur pidana pemalsuan (Pasal 263 KUHP) sudah terpenuhi, dan tidak ditemukan kerugian negara.
Brigjen Pol Djuhandhani dari Dittipidum menegaskan, “Kita sudah diskusi dengan BPK, dan mereka belum bisa menyatakan ada kerugian negara.”
Sayangnya, kata Kejagung, diskusi itu tidak terlihat dalam berkas. Bahkan nama saksi dari BPK pun tidak ada.
Kini publik dibuat bertanya-tanya:
Apakah benar kasus ini hanya soal surat palsu? Atau ada yang sedang coba diselamatkan dari jeratan korupsi?

“Saya selaku mantan Karowassidik Bareskrim Polri, Kadivhumas Polri dan Kapolda Bali, merasa heran atas proses penyidikan kasus pagar laut yang ditangani oleh Penyidik Dittipidum Bareskrim Polri menjadi bahan diskusi di media massa oleh Jaksa Penuntut Umum yg diperkuat oleh Kapuspenkum Kejagung berhadapan dengan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.” Ujar Irjen Pol (P) DR.Ronny Frangky Sompie, SH, MH yang kini aktif sebagai Pengacara Senior di bawah bendera RFS.
Polemik di media massa menunjukkan bahwa tidak SOLID-nya diantara sesama APH yg seyogyanya saling menguatkan satu sama lainnya.
” Apabila Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberikan petunjuk kepada Penyidik Polri yg menyerahkan Berkas Perkara, ternyata Penyidik Polri belum melaksanakan dan memenuhi permintaan sesuai arahan dan petunjuk JPU, apakah JPU harus menyampaikannya kepada media massa ?” Tanya Ronny lagi.
Apakah di dalam KUHAP diatur mekanisme beracara seperti itu ? Ada apa sebenarnya yg terjadi diantara JPU dan Penyidik Polri dalam proses penegakan hukum terhadap kasus pagar laut yg telah VIRAL sejak proses awalnya ?
” Saya berharap, JPU dan Penyidik saling menguatkan satu sama lainnya dan berupaya untuk menjadi satu bagian yg solid untuk membawa kasus ini ke sidang pengadilan,Tidak perlu ada pertentangan diantara JPU dengan Penyidik dalam proses pembuktian, karena kedua APH harus bekerjasama demi suksesnya berkas perkara / kasus pagar laut dibawa ke sidang pengadilan.” tandas Ronny Frangky Sompie lagi.
Harli Siregar dari Kejagung mengingatkan, dalam hukum, penyidik wajib memenuhi petunjuk jaksa berdasarkan Pasal 110 ayat 2 KUHAP. “Enggak perlu diperdebatkan lagi,” ujarnya tajam.
Sementara itu, media sosial mulai ramai. Warganet curiga ada permainan. Ada yang menyindir, “Kalau di Polri ada Sigit, di Kejagung ada Burhan… Sama-sama nakal, biar rakyat yang bersuara.”
Kasus ini masih bergulir. Tapi satu hal yang pasti: drama hukum pagar laut Tangerang ini bukan sekadar soal surat. Ini bisa jadi ujian transparansi, keberanian, dan siapa sebenarnya yang berdiri untuk keadilan.
Redaksi.